Pablo Picaso pernah bilang, “good artist copy, great artist steal.” Seniman bagus mengopi, seniman hebat mencuri. Tetapi, Banksy, seniman grafiti membenahi kutipan tersebut, “bad artist imitate, the great artist steal.”
Seniman yang buruk membuat imitasi, seniman yang hebat mencuri.
Kutipan ini sering jadi salah kaprah. Orang kira, untuk mendapat gelar “seniman hebat” mereka mencuri dari orang lain seenak ego-nya.
Kutipan ini sering dijadikan pembenaran oleh tukang copy-paste alias pencuri dan peniru karya orang lain. Tidak peduli apa pun bentuknya, kadang hal ini lebih dari konteks karya atau buah tangan, tapi juga penampilan, gaya, atau desain.
Selain insecurity, kebiasaan buruk ini sering jadi masalah yang kita temui di Indonesia.
Jangankan perorangan, kita juga bisa melihat media-media “terkenal” dan dianggap “papan atas”, mencuri, menyandur dan menjiplak tulisan konten kreator yang belum dikenal secara luas, mau pun underground. Mereka tidak memberi credit atau sumber ke kreator tersebut, tapi malah dengan sengaja menenggelamkan pencipta atau kreator asli agar tidak ketahuan sedang mencuri.
Yes, I see you… You know who you are.
Lisa BLACKPINK sebagai ambassador senyum miring-ku.
Kenapa pencuri, penjiplak, penyandur, dan tukang tiru sampai kapan pun akan tetap jadi pengikut?
- Alasan paling sederhana, karena mereka tidak punya hal yang benar-benar istimewa dari mereka. Pencuri tetaplah pencuri, peniru tetaplah peniru, mereka tidak akan mampu menyaingi atau melampaui orang yang mereka curi dan tiru.
Asupan mereka bergantung dari pencipta yang asli. Jika penciptanya tidak membuat sesuatu, maka si pencuri juga tidak akan mampu membuat apa-apa.
- Alasan kedua, karena mereka tidak punya konsistensi. Meski pun karya yang mereka curi mampu membuahkan prestasi, misalnya traffic atau apa pun itu yang dikejar, mereka tidak akan bisa membuat hal yang sama kedua kali.
Sebab, apa yang mereka curi, tidak berasal dari diri mereka sendiri. Lalu bagaimana mereka bisa membuat karya yang sama atau lebih hebat dari yang dicuri?
Ujung-ujungnya mereka akan kembali ke cara milik mereka yang tidak istimewa dari diri mereka yang tidak istimewa juga. Prestasi itu hanya ada sekali dan tidak mampu dicapai lagi.
- Alasan ketiga, karena perbuatan mereka sebetulnya menyabotase diri mereka sendiri. Hal yang sering kali tak disadari oleh pencuri dan peniru adalah perbuatan mereka yang lebih banyak merugikan diri sendiri ketimbang orang lain yang dicuri atau ditiru.
Bukannya fokus pada diri sendiri dan pencapaian yang bisa ia raih sendiri, mereka malah mencuri karya orang lain dan berharap dapat feedback dari hasil curian mereka. Tentu saja, mereka yang rugi. Jika feedback-nya bagus, mereka akan cemas karena takut ketahuan. Jika feedback-nya kritik membangun sekali pun, mereka tidak dapat menggunakannya untuk mengembangkan diri. Jadi, siapa yang rugi kalau bukan diri mereka sendiri.
Sampai kapan pun, selama mereka masih melakukan apa yang mereka lakukan, mereka tidak akan tahu siapa diri mereka sebenarnya, sejauh mana kemampuan mereka beserta kelebihan dan kekurangan mereka. Lalu, mereka akan semakin insecure dan insecure dan tidak pernah benar-benar bahagia atau puas dalam hidupnya.
Maka, saya ingin ucapkan selamat bagi para pencuri dan penjiplak.
Menanggapi tukang curi dan tukang tiru dengan hati yang santuy
Jika kamu salah satu orang atau kreator yang karyanya sering dicuri dan ditiru orang lain, maka kamu patut berbangga. Sebab itu tandanya kamu berhasil memberi dampak pada orang lain.
Ada kutipan yang bilang, “imitation is the greatest form of flattery.” Bagi kita yang karya, gaya, atau buah tangan dan pikirannya ditiru orang lain, hal itu merupakan pujian terbesar. Tapi, bagi pencuri dan peniru, tentu saja isi kutipan itu tidak berlaku. Bagi mereka tetap mereka sendiri yang rugi.
Bagi kita yang karya, gaya, buah tangan dan pikirannya ditiru dan dicuri, itu tanda kita telah berhasil memberi dampak ke orang lain sampai mendorong mereka untuk mengikuti (jadi follower semata). Itu tanda bahwa apa yang kita lakukan sebenarnya berarti bagi orang lain, meski pun apresiasinya diungkapkan dengan cara yang salah.
Pada akhirnya, bagi kita pencipta aslinya, kelakuan peniru, penjiplak, penyandur, dan pencuri, tidak mengubah kenyataan bahwa kita telah sukses mempengaruhi (influence) orang lain.
Jadi, apa moral dari cerita ini?
Teruslah mencuri, meniru, menyandur dan menjiplak orang lain jika ingin dirimu dan potensimu hancur.
Sebab, mencuri, meniru, menyandur, dan menjiplak karya orang lain adalah jalan tercepat menuju kehancuran diri dan potensi yang kamu miliki.
Bagi yang ditiru, hadapilah dengan santuy, karena itu tandanya kamu berhasil memberi pengaruh dan dampak sampai mereka tidak bisa untuk tidak self-destruct.
Salam.
Lisa BLACKPINK masih jadi ambassador senyum miringku.