Kenapa Dead Poets Society Dicap Film Problematik? - Penjelasan Singkat


Versi Ralat: 19 Agustus 2023 {codeBox}

Dead Poets Society merupakan film lawas yang dibintangi oleh Robin Williams dan Ethan Hawke (waktu masih muda banget). Modern ini, film Dead Poets Society lekat dengan estetika dan subkultur Dark Academia. Tapi sebenarnya, film Dead Poets Society bercerita tentang takdir miris seorang pemuda SMA yang akan membuat penonton terhenyuh dan menangis.

HATI-HATI ADA SPOILER MAYOR CERITA FILM INI. {alertError}


Sinopsis “Dead Poets Society”

Dead Poets Society berpusat pada kisah sekumpulan murid sekolah asrama laki-laki dan seorang guru Bahasa Inggris bernama John Keating (Robin Williams).

Pemuda bernama Neil Perry (Robert Sean Leonard), memiliki hubungan yang sulit dengan ayahnya. Dia dipaksa mengikuti keinginan orang tuanya, dan meninggalkan keinginan hatinya sendiri. Sementara itu, ada pula murid lain bernama Todd (Ethan Hawke) yang selama ini tak menyadari dirinya memiliki bakat terpendam.

Saat Mr. Keating memperkenalkan kehidupan lewat puisi, Neil adalah salah satu pemuda yang tertarik untuk menghidupkan kembali perkumpulan Dead Poets Society. Namun sayangnya, mendekati akhir film, kita diperlihatkan tragedi dari kompleksnya realita, saat salah satu anggota dari Dead Poets Society memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri.



Dicap Problematik: Romantisasi Bunuh Diri dalam Dead Poets Society?

Saya berusaha tidak membocorkan isi film, namun seperti yang ditulis sebelumnya, menjelang akhir, salah satu anggota dari Dead Poets Society memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri. Akibat dari itu, pihak sekolah memanfaatkan momentum untuk menyalahkan John Keating (Robin Williams) dan mengeluarkannya dari sekolah.

Aksi mengakhiri hidup dari salah satu siswa SMA tersebut digambarkan dengan cara yang dianggap problematik oleh sebagian besar kritik post-modern ini. Kematian remaja dalam film ini seolah menjadi penebus atau martir dalam cerita. 

Kritikus khawatir, penggambaran bunuh diri remaja yang problematik seperti itu akan menambah angka bunuh diri yang dilakukan kaum muda, sebagaimana dilakukan juga oleh serial Netflix “13 Reasons Why”.

Meskipun begitu, saya tidak melihat perubahan positif yang terjadi setelah salah satu anggota Dead Poets Society itu mengakhiri hidupnya sendiri. Saya juga tidak melihat John Keating mendapat takdir yang baik di akhir cerita. Saya justru mendapati yang sebaliknya.

Pertama, dari sisi orang tua si remaja sekali pun, tidak ada yang berubah. Bukannya introspeksi diri, mereka malah menyalahkan guru dan sekolah.

Kedua, soal John Keating, sebenarnya tragedi di akhir film ini bisa membuatnya melihat kehidupan secara realistis, bukan sekedar melihat kehidupan dari kacamata romantisme saja––mengingat dirinya pun (secara tidak langsung) punya andil dalam kematian remaja tersebut.

Ketiga, kematian remaja tersebut sebenarnya sudah diperingatkan lewat sebuah kejadian di babak ke-2 film ini. Tetapi, John Keating tidak melihat akibat buruk dari pola mengajarnya yang kurang tepat untuk sekolah tersebut.

Jika kalian tertarik, mungkin saya akan membuat tulisan yang lebih rinci mengenai opini saya tentang John Keating dari film Dead Poets Society ini. Khususnya tentang romantisme yang tak dapat diterapkan di semua konteks dan aspek kehidupan.
Tesalonika

Interdisciplinary artist with background studies in Japanese literature, humanities and creative robotics. Learn more: tesalonika.com instagram email

Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.